Selasa, 16 November 2010

Makna iedul adha bagi kehidupan

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni’mat yg banyak. Maka dirikanlah salat krn Tuhanmu dan sembelihlah hewan . Sesungguhnya orang-orang yg membenci kamu dialah yg terputus?

Pemberian ni’mat oleh Allah kepada manusia tak terhingga. Anak isteri dan harta kekayaan adl sebagian ni’mat dari Allah. Kesehatan dan kesempatan juga ni’mat yg sangat penting. Manusia juga diberi ni’mat pangkat kedudukan jabatan dan kekuasaan. Segala yg dimiliki manusia adl ni’mat dari Allah baik berupa materi maupun non materi. Namun bersanmaan itu pula semua ni’mat tersebut sekaligus menjadi cobaan atau ujian fitnah atau bala? bagi manusia dalam kehidupannya. Allah berfirman ?Dan ketahuilah bahwasanya harta kekayaanmu dan anak-nakmu adl fitnah . Dan sesungguhnya Allah mempunyai pahala yg besar?.

Meskipun Allah memberikan ni’mat-Nya yg tak terhingga kepada manusia tetapi dalam kenyataan Allah melebihkan apa yang diberikan kepada seseorang daripada yg lain. Sehingga ada yg kaya raya cukup kaya miskin bahkan ada yang menjadi seorang papa gelandangan berteduh di kolong langit. Demikian juga ada yg menjadi penguasa ada yg rakyat jelata. Ada pimpinan/ kepala dan ada bawahan / anak buah. Ini semua juga dalam rangka cobaan bagi siapa yang benar-benar mukmin dan siapa yg hanya mukmin di bibir saja.

Salah satu bukti bahwa seorang mukmin telah lulus cobaan dalam ni’mat harta kekayaan adl ia dgn ikhlas mengunakannya utk ibadah haji. Sehingga bagi orang demikian akan memperoleh haji yg mabrur. Sedang haji mabrur pahalanya hanyalah surga sebagaimana sabda Nabi SAW ?Orang yg dapat mencapai haji yg mabrur tiada pahala yg pantas baginya selain surga?. .

Betapa gembira dan bahagianya orang kaya yg dapat mencapai haji mabrur demikian. Belum lagi jika ia sempat salat berjamaah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi maka tiada terkira lagi pahalanya. Namun ini konteksnya adl orang yang kaya. Sedang orang yg tidak mampu / miskin tidak perlu berkecil hati. Bagi kita yg tidak mampu maka konteksnya terkandung dalam hadis Nabi SAW berikutHajinya orang yg tidak mampu adalah berpuasa pada hari Arafah .?

Itulah maka sangat disayangkan bila di antara kita ada yg menyia-siakan kesempatan dari Allah yakni tidak mau berpuasa pada tanggal 9 Zul Hijjah yg disebut puasa Arafah itu.

Cobaan tentang harta kekayaan juga berkaitan dgn pelaksanaan ibadah udhiyah yakni menyembelih hewan yang terkenal dgn hewan qurban di hari raya. Karena pada hari ini Allah mensyariatkan utk ber-udhiyah {menyembelih hewan} maka hari raya ini disebut dgn hari raya Adha wa biha sumiya yaumal-adha. Demikian juga penjelasan Rasulullah SAW ?Hari raya fitrah adl pada hari manusia berbuka menyudahi puasa Ramadan. Sedangkan hari raya Adha adl pada hari manusia ber-udhiyah ? .

Maka salah satu bukti lagi bahwa seseorang lulus dari cobaan harta adl ia dgn ikhlas mau mengunakannya untuk ber-udhiyah baik itu berupa sapi kerbau maupun kambing. Ini tergantung pada kemampuan masing-masing. Seekor kambing boleh digunakan utk satu orang beserta keluarga seisi rumahnya. Sedang sapi / kerbau boleh utk tujuh orang beserta keluarga seisi rumah mereka masing-masing. Daging sembelihan ini termasuk syiar agama yakni utk dimakan menjamu tamu diberikan kepada yg meminta atau yg tidak meminta {orang mampu}. Daging ini juga boleh disimpan utk dimakan hingga hari tasyrik . Allah berfirman ?Makanlah sebagiannya dan utk memberi makan orang yg tidak meminta dan orang yg meminta?. {QS. Al-Hajj 36}.

Sementara Nabi bersabda ?Makanlah utk memberi makan dan simpanlah !?

Sementara itu cobaan besar terhadap sesuatu yg dimiliki manusia pernah dialami Abul Anbiya? Khalilurrahman Ibrahim AS. Beliau telah lulus ujian atau cobaan dari Allah. Hal ini didokumentasikan dalam Al-Qur?an ?Dan ketika Ibrahim diberi cabaan oleh Tuhannya dgn beberapa kalimat lalu Ibrahim lulus dalam cobaan itu. Allah berfirman ?Sesungguhnya Aku menjadikan kamu hai Ibrahim Imam semua manusia ..?. ?

Kelulusan Ibrahim tidak hanya dalam melaksanakan perintah Allah tetapi juga dalam kebijaksanaannya menyampaikan perintah itu kepada anaknya yg sangat dicintainya. Beliau tidak langsung mengambilnya tiba-tiba dan tidak pula mencari kelengahan atau dgn taktik menculik teror dan intimidasi. Meskipun Ibrahim memiliki massa yg banyak tetapi beliau tidak menggunakan massa agar anaknya bertekuk lutut di hadapannya. Perintah Allah disampaikannya dgn transparan penuh argumentasi Ilahiah.

Sedangkan Ismail anak yg patuh dan mengerti kedudukan orang tuanya dan posisinya sebagai anak ia tidak membangkang dan tidak bimbang. Ismail memberikan jawaban yg memancarkan keimanan tawaddu? dan tawakkal kepada Allah bukan utk menonjolkan kepahlawanan atau kegagahan mencari popularitas. Ia tidak melakukan unjuk rasa yang konfrontatif tanpa mengindahkan akhlakul karimah atau dgn kekerasan utk memprotes kehendak bapaknya.

Sungguh dua tokoh bapak dan anak ini merupakan uswah hasanah bagi umat manusia. Bahkan syariat Nabi Muhammad SAW merupakan syariat yg dulunya telah diwahyukan Allah kepada Ibrahim . Maka kita menyembelih hewan qurban di hari ?Idul Adha ini termasuk meneladani sunnah Ibrahim sebagaimana sabda Nabi SAW ?Sunnatu abikum Ibrahim.? .

Idul Adha memiliki makna yg penting dalam kehidupan. Makna ini perlu kita renungkan dalam-dalam dan selalu kita kaji ulang agar kita lulus dari berbagai cobaan Allah. Makna ?Idul Adha tersebut

    Menyadari kembali bahwa makhluk yg namanya manusia ini adl kecil belaka betapapun berbagai kebesaran disandangnya. Inilah makna kita mengumandangkan takbir Allahu akbar !
    Menyadari kembali bahwa tiada yg boleh di-Tuhankan selain Allah. Menuhankan selain Allah bukanlah semata-mata menyembah berhala seperti di zaman jahiliah. Di zaman globalisasi ini orang dapat menuhankan tokoh lebih-lebih lagi si Tokoh itu sempat menjadi pucuk pimpinan partainya menjadi presiden/wakil presiden atau ketua lembaga perwakilan rakyat. Orang sekarang juga cenderung menuhankan politik dan ekonomi. Politik adalah segala-galanya dan ekonomi adl tujuan hidupnya yg sejati. Bahkan HAM menjadi acuan utama segala gerak kehidupan sementara HAT diabaikan. Inilah makna kita kumandangkan kalimah tauhid La ilaha illallah !
    Menyadari kembali bahwa pada hakikatnya yg memiliki puja dan puji itu hanyalah Allah. Maka alangkah celakanya orang yg gila puja dan puji sehingga kepalanya cepat membesar dadanya melebar dan hidungnya bengah bila dipuji orang lain. Namun segera naik pitam wajah merah dan jantung berdetak melambung bila ada orang yang mencela mengkritik dan mengoreksinya. Inilah makna kita kumandangkan tahmid Wa lillahil-hamd !
    Menyadari kembali bahwa manusia ini ibarat sedang melancong atau bepergian yg suatu saat rindu utk pulang ke tempat tinggal asal yakni tempat yg mula-mula dibangun rumah ibadah bagi manusia Ka?bah Baitullah. Inilah salah satu makna bagi yg istita?ah tidak menunda-nunda lagi berhaji ke Baitullah. Di sini pula manusia disadarkan kembali bahwa pada hakikatnya manusia itu satu keluarga dalam ikatan satu keimanan. Siaopa pun dia dari bangsa apapun adl saudara bila ia mukmin atau muslim. Tetapi bila seseorang itu kafir adl bukan saudara kita meskipun dia lahir dari rahim ibu yg sama. Maka orang yg pulang dari haji hendaknya menjadi uswah hasanah bagi warga sekitarnya tidak membesar-besarkan perbedaan yg dimiliki sesama muslim terutama dalam hal yg disebut furu?iyah.
    Menyadari kembali bahwa segala ni’mat yg diberikan Allah pada hakikatnaya adl sebagai cobaan atau ujian. Apabila ni’mat itu diminta kembali oleh yg memberi maka manusia tidak dapat berbuat apa-apa. Hari ini jadi konglomerat esok bisa jadi melarat dgn hutang bertumpuk jadi karat. Sekarang berkuasa lusa bisa jadi hina tersia-sia oleh massa. Kemaren jadi kepala kantor dgn mobil Timor entah kapan mungkin bisa jadi bahan humor krn naik sepeda bocor. Sedang ni’mat yg berupa harta hendaknya kita ikhlas utk berinfaq di jalan Allah seperti utk ber-udhiyah .
    Percayalah dalam hal harta apabila kita ikhlas di jalan Allah niscaya Allah akan membalasnya dgn berlipat ganda. Tetapi jika kita justru kikir pelit tamak bahkan rakus tunggulah kekurangan kemiskinan dan kegelisahan hati selalu menghimpitnya.

    Akhirnya semoga ?Idul Adha dgn berbagai ibadah yg kita laksanakan sekarang ini dapat membangunkan kembali tidur kita . Kemudian kita berihtiar lagi sekuat tenaga utk memperbanyak amal saleh sebagai pelebur amal-amal buruk selama ini. Amin !

    Oleh Drs. Syafi’i Salim Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia.

Kamis, 04 Maret 2010

Hizib Nashr Imam Abil Hasan as-Syadziliy

أدعية النصر
بسم الله الرحمن الرحيم
{وقال موسى إني عذت بربي و ربكم من كل متكبر لا يؤمن بيوم الحساب } 3 اللهم بسطوة جبروت قهرك و بسرعة إغاثة نصرك و بغيرتك لانتهاك حرماتك و بحمايتك لمن احتمى ببابك , نسألك : يا الله 3 , يا سميع يا مجيب يا قريب يا سريع يا منتقم يا قهار يا شديد البطش يا من لا يعجزه قهر الجبابرة و لا يعظم عليه هلاك المتمردين من الملوك و الأكاسرة , أن تجعل كيد من كادنا في نحره و مكر من مكر بنا عائداً عليه و حفرة من حفر لنا حفرة واقعاً هو فيها و من نصب لنا شبكة الخداع أجعله يا سيدي مسوقاً إليها و مصاداً فيها و أسيراً لديها , اللهم بحق { كهيعص } اكفنا هم العدا و لقهم الردى و أجعلهم لكل حبيب فدا و سلط اللهم عليهم عاجل النقم في اليوم و الغدا , اللهم بدد شملهم اللهم فرق جمعهم اللهم فل حدهم و أقل عددهم اللهم أجعل الدائرة عليهم اللهم أرسل العذاب إليهم اللهم أخرجهم عن دائرة الحلم و اللطف و أسلبهم مدد الإمهال و غل أيديهم و أربط على قلوبهم و لا تبلغهم الآمال , اللهم مزقهم كل ممزق مزقته أعداءك انتصاراً لأنبيائك و رسلك و أوليائك . اللهم أنتصر لنا انتصارك لأحبابك على أعدائك 3 . اللهم لا تمكن الأعداء فينا و لامنا و لا تسلطهم علينا بذنوبنا 3 . { حم } لا ينصرون 7 . اللهم بحق { حم عسق } حمايتنا مما نخاف , اللهم قنا شر الأسواء و لا تجعلنا محلاً للبلوى , اللهم أعطنا أمل الرجاء و فوق الأمل, اللهم يا من بفضله لفضله نسأل , نسألك يا إلهي : العجل 3 , الإجابة 3 . يا من أجاب نوحاً في قومه يا من نصر إبراهيم على أعدائه يا من رد يوسف على يعقوب يا من كشف ضر أيوب يا من أجاب دعوة زكريا يا من قبل تسبيح يونس بن متى , أسألك اللهم بأسرار أصحاب هذه الدعوات المستجابات?أن تقبل ما به دعوناك و أن تعطينا ما سألناك و أنجز لنا و عدك الذي و عدته لعبادك الصالحين المؤمنين { لا إله إلا أنت سبحانك إني كنت من الظالمين } انقطعت آمالنا وعزتك إلا منك , و خاب رجاؤنا و حقك إلا فيك. إن أبطأت غارة الأرحام و ابتعـدت , عنا فأقرب شئ غـارة الله . يا غارة الله حثي الســير مسرعة , في حل عقدتنا يا غـارة الله. عــدت العـــادون و جـاروا, و رجونـــا الله مجـيرا .وكـــفى بالله ولــيـــــاً , وكفى بالله نصــــــيراً .يا واحد يا علي يا حليم حسبي الله و نعم الوكيل , و لا حول و لا قوة إلا بالله العلي العظيم {سلام على نوح في العالمين } . استجب لنا : آمين 3 . { فقطع دابر القوم الذين ظلموا و الحمد لله رب العالمين }.

Hizib Bahr Abi Hasan Al-Arif Sadziliy

حزب البحر
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
يَا عَلِيُّ يَا عَظِيْمُ يَا حَلِيْمُ يَا عَلِيْمُ أَنْتَ رَبِّي وَعِلْمُكَ فَنِعْمَ الرَّبُّ رَبِّي وَنِعْمَ الْحَسْبُ حَسْبِي تَنْصُرُ مَنْ تَشَاءُ وَأَنْتَ الْعَزِيْزُ الرَّحِيْمُ. نَسْأَلُكَ الْعِصْمَةَ فِي الْحَرَکَاتِ وَالسَّکَنَاتِ وَالْکَلِمَاتِ وَالإِرَادَاتِ وَالْخَطَرَاتِ ، مِنَ الشُّکُوكِ وَالظُّنُونِ وَالأَوْهَامِ السَّاتِرَةِ لِلْقُلُوبِ عَنْ مُطَالَعَةِ الْغُيُوبِ ،
فَقَدِ ابْتُلِيَ الْمُؤْمِنُونَ وَزُلْزِلُوا زِلْزَالاً شَدِيدًا وَإِذْ يَقُولُ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ إِلاَّ غُرُورًا( فَثَبِّتْنَا وَانْصُرْنَا) وَسَخِّرْلَنَا (هَذَا الْبَحْرَ) ...... كَمَا سَخَّرْتَ الْبَحْرَ لِمُوسَى وَسَخَّرْتَ النَّارَ ِلإِبْرَاهِيمَ , وَسَخَّرْتَ الْجِبَالَ وَالْحَدِيدَ لِدَاوُدَ , وَسَخَّرْتَ الْجِنَّ وَالشَّيَاطِيْنَ لِسُلَيْمَانَ وَسَخِّرْلَنَا (كُلَّ بَحْرٍ) هُوَ لَكَ فِي الأَرْضِ وَالسَّمَاءِ وَالْمُلْكِ وَالْمَلَكُوتِ وَبَحْرَ الدُّنْيَا وَبَحْرَ الآخِرَة ,
وَسَخِّر لَنَا (كُلَّ شَيْءٍ) يَا مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ (كهيعص) (3
اُنْصُرْنَا فَإِنَّك خَيْرُ النَّاصِرِينَ , وَافْتَحْ لَنَا فَإِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِينَ , وَاغْفِرْ لَنَا فَإِنَّكَ خَيْرُ الغَافِرِينَ , وَارْحَمْنَا فَإِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ , وَارْزُقْنَا فَإِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ , وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ , وَهَبْ لَنَا رِيْحًا طَيِّبةً كَمَا هِيَ فِي عِلْمِكَ , وَانْشُرْهَا عَلَيْنَا مِنْ خَزَائِنِ رَحْمَتِكَ , وَاحْمِلْنَا بِهَا حَمْلَ الْكَرَامَةِ مَعَ السَّلاَمَةِ وَالْعَافِيَةِ فِي الدِّينِ وَالدُّنْيَا وَالآخِرَةِ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.
اللَّهُمَّ يَسِّرْ لَنَا أُمُورَنَا مَعَ الرَّاحَةِ لِقُلُوبِنَا وَأَبْدَانِنَا وَالسَلاَمَةِ وَالْعَافِيَةِ فِي دِينِنَا وَدُنْيَانَا , وَكُنْ لَنَا فِي سَفَرِنَا , وَخَلِيفَةً فِي أَهْلِنَا , وَاطْمِسْ عَلَى وُجُوهِ أَعْدَائِنَا , وَامْسَخْهُم عَلَى مَكَانَتِهِمْ فَلاَ يَسْتَطِيعُوْنَ الْمُضِيَّ وَلاَ الْمَجِيءَ إِلَيْنَا .
وَلَوْ نَشَاءُ لَطَمَسْنَا عَلَى أَعْيُنِهِمْ فَاسْتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَأَنَّى يُبْصِرُونَ وَلَوْ نَشَاءُ لَمَسَخْنَاهُمْ عَلَى مَكَانَتِهِمْ فَمَا اسْتَطَاعُوا مُضِيًّا وَلاَ يَرْجِعُونَ
يس , وَالْقُرْءَانِ الْحَكِيمِ , إِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ , عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ , تَنْزِيلَ الْعَزِيزِ الرَّحِيمِ , لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَا أُنْذِرَ ءَابَاؤُهُمْ فَهُمْ غَافِلُونَ , لَقَدْ حَقَّ الْقَوْلُ عَلَى أَكْثَرِهِمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ , إِنَّا جَعَلْنَا فِي أَعْنَاقِهِمْ أَغْلاَلاً فَهِيَ إِلَى الأَذْقَانِ فَهُمْ مُقْمَحُونَ , وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لاَ يُبْصِرُون
وَعَنَتِ الْوُجُوْهُ لِلْحَيِّ الْقَيُّومِ وَقَدْ خَابَ مَنْ حَمَلَ ظُلْمًا( , ) طس( , )حم عسق (،)
مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لاَ يَبْغِيَانِ
حم( (7 كالي) حُمَّ الأَمْرُ وَجَاءَ النَّصْرُ فَعَلَيْنَا لاَ يُنْصَرُونَ .
حم , تَنْزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ , غَافِرِ الذَّنْبِ وَقَابِلِ التَّوْبِ شَدِيدِ الْعِقَابِ ذِي الطَّوْلِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ إِلَيْهِ الْمَصِيرُ
(بِسْمِ اللهِ بَابُنَا , تَبَارَكَ حِيطَانُنَا , يس سَقْفُنَا , كهيعص كِفَايَتُنَا , حم عسق حِمَايَتُنَا, )فَسَيَكْفِيْكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ( (3 كالي) سِتْرُ الْعَرْشِ مَسْبُولٌ عَلَيْنَا وَعَيْنُ اللهِ نَاظِرَةٌ إِلَيْنَا بِحَوْلِ اللهِ لاَ يُقْدَرُ عَلَيْنَا وَاللَّهُ مِنْ وَرَائِهِمْ مُحِيطٌ , بَلْ هُوَ قُرْءَانٌ مَجِيدٌ , فِي لَوْحٍ مَحْفُوظٍ فَاللهُ خَيْرٌ حَافِظًا وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ( (3 كالي) إِنَّ وَلِيِّيَ اللهُ الَّذِي نَزَّلَ الْكِتَابَ وَهُوَ يَتَوَلىَّ الصَّالِحِيْنَ( (3 كالي) حَسْبِيَ اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ( (3 كالي) وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ (3 كالي) بِسْمِ اللهِ الَّذِي لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْم (3 كالي) أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّمَا خَلَقَ (3 كالي) وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّم سورة الأحزاب الأية 11,12 سورة مريم الأية 1 سورة يس الأية 66,67 سورة يس الأية 1-9 سورة طه الأية 111 سورة النمل الأية 1 سورة الشورى الأية 1 سورة الرحمن الأية 19 سورة غافر الأية 1 سورة غافر الأية 1-3 سورة البقرة الأية 137 سورة البروج الأية 20-22 سورة يوسف الأية 64 سورة الأعراف الأية 196 سورة التوبة الأية 129
Biografi Nabi Muhammad saw

Selasa, 23 Februari 2010

Penentuan awal bulan Qomariyah versi NU

Judul di atas mengisyaratkan adanya keragaman pandangan tentang sistem penentuan awal bulan qamariyah. Semula umat Islam hanya mengenal sistem rukyat sebagai dasar penentuan awal bulan qamariyah khususnya awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW. Ketika ilmu hisab masuk dalam kalangan umat Islam pada abad 8 Masehi di masa Dinasti Abasiyah, maka mulai berkembang pemikiran untuk menggunakan hisab bagi penentuan awal bulan qamariyah. Dari dua sistem tersebut lahirlah perbedaan antara hisab dengan rukyat, perbedaan di dalam rukyat, dan perbedaan di dalam hisab. Sistem rukyat melahirkan berberapa pendapat: 1. Pendapat yang mendasarkan pada ruang lingkup berlakunya rukyat, maka timbullah istilah: rukyat lokal, rukyat nasional, dan rukyat global. 2. Pendapat yang mendasarkan pada ada atau tidak adanya persinggungan dengan hisab, maka timbullah: pendapat yang mendasarkan pada rukyat minus dukungan hisab dan pendapat yang mendasarkan pada rukyat plus dukungan hisab. Sistem hisab melahirkan beberapa pendapat: 1. Pendapat yang mendasarkan pada adanya perbedaan metode hisab, yaitu: a. Metode Hisab Urfi. b. Metode Hisab Haqiqi Taqribi (disingkat Taqribi). c. Metode Hisab Haqiqi Tahqiqi (disingkat Tahqiqi). d. Metode Hisab Tadqiqi/’Ashri atau Kontemporer. 2. Pendapat yang mendasarkan pada kriteria awal bulan: a. Pendapat yang mendasarkan pada Waktu Ijtima’. b. Pendapat yang mendasarkan pada Wujudul Hilal. c. Pendapat yang mendasarkan pada Imkanur Rukyat. Meskipun terdapat keragaman, tetapi di dalam sejarah sejak zaman Sahabat hingga sekarang ternyata para khalifah, sultan, ulil amri menggunakan sistem rukyat sebagai dasar itsbat awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah. Sesuai dengan judul di atas, maka dalam makalah ini akan dibahas pandangan NU tentang penentuan awal bulan qamariyah, khususnya awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah. NU (Nahdlatul Ulama) adalah Jam’iyah Diniyah Islamiyah (Organisasi Sosial Keagamaan Islam) yang berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah, yang menjunjung tinggi dan mengikuti ajaran Rasulullah Muhammad SAW serta tuntunan para sahabat dan hasil ijtihad para ulama madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali). Sebagai sebuah Jam’iyah Diniyah Islamiyah, sesuai dengan tujuan keberadaannya, NU berkewajiban untuk senantiasa mengamalkan, mengembangkan, dan menjaga kemurnian ajaran agama Islam yang diyakininya, termasuk di dalamnya adalah penentuan awal bulan qamariyah khususnya yang ada hubungannya dengan ibadah, yakni bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah. Sikap NU tentang sistem penentuan awal bulan qamariyah, khususnya awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah diambil melalui keputusan Muktamar NU XXVII di Situbondo (1984), Munas Alim Ulama di Cilacap (1987), Seminar Lajnah Falakiyah NU di Pelabuhan Ratu Sukabumi (1992), Seminar Penyerasian Metode Hisab dan Rukyat di Jakarta (1993), dan Rapat Pleno VI PBNU di Jakarta (1993), yang akhirnya tertuang dalam Keputusan PBNU No. 311/A.II.04.d/1994 tertanggal 1 Sya’ban 1414 H/13 Januari 1994 M, dan Muktamar NU XXX di Lirboyo Kediri (1999). Keputusan PBNU tersebut telah dibukukan dengan judul “PEDOMAN RUKYAT DAN HISAB NAHDLATUL ULAMA”. Menurut NU, penentuan awal bulan qamariyah, khususnya awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah didasarkan pada sistem rukyat sedang hisab sebagai pendukung. Rukyat adalah melihat dan mengamati hilal secara langsung di lapangan pada hari ke 29 (malam ke 30) dari bulan yang sedang berjalan; apabila ketika itu hilal dapat terlihat, maka pada malam itu dimulai tanggal 1 bagi bulan baru atas dasar rukyatulhailal; tetapi apabila tidak berhasil melihat hilal, maka malam itu tanggal 30 bulan yang sedang berjalan dan kemudian malam berikutnya dimulai tanggal 1 bagi bulan baru atas dasar istikmal. Pandangan NU tentang rukyat sebagai dasar penentuan awal bulan qamariyah, khususnya awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah didasarkan atas pemahaman, bahwa nash-nash tentang rukyat itu bersifat ta’abbudiy. Ada nash al-Quran yang dapat dipahami sebagai perintah rukyat, yaitu QS. al-Baqarah:185 (perintah berpuasa bagi yang hadir di bulan Ramadhan) dan QS. al-Baqarah:189 (tentang penciptaan ahillah). Dan tidak kurang dari 23 hadits tentang rukyat, yaitu hadits-hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah, Imam Malik, Ahmad bin Hambal, ad-Darimi, Ibnu Hibban, al-Hakim, ad-Daruquthni, al-Baihaqi, dan lain-lain . Dasar rukyat ini dipegangi oleh para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ittabi’in dan empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali). Rukyat atau pengamatan hilal akan menambah kekuatan iman. Pengamatan terhadap benda-benda langit termasuk bulan adalah bagian dari melaksanakan perintah untuk memikirkan ciptaan Allah agar lebih dalam mengetahui kemahabesaran Allah, sehingga memperkuat iman. Rukyat mempunyai nilai ibadah jika digunakan untuk penentuan waktu ibadah seperti shiyam, ‘id, gerhana, dan lain-lain. Rukyat adalah ilmiah. Rukyat atau pengamatan/penelitian/observasi terhadap benda-benda langit melahirkan ilmu hisab. Tanpa rukyat tidak akan ada ilmu hisab. Sebagai konsekwensi dari prinsip ta’abbudiy, NU tetap menyelenggarakan rukyatul hilal bil fi’li di lapangan, betapa pun menurut hisab hilal masih di bawah ufuk atau di atas ufuk tapi ghairu imkanir rukyat yang menurut pengalaman, hilal tidak akan kelihatan. Hal demikian ini dilakukan agar pengambilan keputusan istikmal itu tetap didasarkan pada sistem rukyat di lapangan yang tidak berhasil melihat hilal, bukan atas dasar hisab. Rukyat yang diterima sebagai dasar adalah hasil rukyat di Indonesia (bukan rukyat global) dengan wawasan satu wilayah hukum NKRI. Sehingga apabila salah satu tempat di Indonesia dapat menyaksikan hilal, maka hasil rukyat demikian ini menjadi dasar itsbatul aam yang berlaku bagi umat Islam di seluruh Indonesia. Rukyat yang dikehendaki oleh NU adalah rukyat yang berkualitas didasarkan atas: 1. Pemahaman terhadap hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dari salah seorang sahabat Rasulullah SAW., Rib’i bin Hirasy, yang di dalamnya terdapat ungkapan: بِاللهِ لَأَهَلَّ الْهِلاَلُ (Demi Allah, bahwa sesungguhnya hilal telah tampak.) Kata sumpah, kata sungguh, dan kata tampak dalam hadits itu mengisyaratkan, bahwa rukyatul hilal itu benar-benar terjadi dan meyakinkan, sehingga Rasulullah SAW. menerima laporan itu. Hal ini dapat dipahami, bahwa Rasulullah SAW. menerima laporan itu karena rukyat itu berkualitas. 2. Pemahaman terhadap qaul Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam Kitab Tuhfatul Muhtaj jilid III halaman 382, yang artinya: “Yang dituju dari padanya ialah bahwa hisab itu apabila para ahlinya sepakat bahwa dalil-dalilnya qath’i (pasti) dan orang-orang yang memberitakan (mengumumkan) hisab tersebut mencapai jumlah mutawatir, maka persaksian rukyat itu ditolak. Jika tidak demikian, maka tidak ditolak.” Qaul ini dalam konteks laporan hasil rukyat yang ditolak jika para ahli hisab yang mencapai jumlah mutawatir sepakat, bahwa saat itu hilal ghairu imkanir rukyat secara hisab. Dengan demikian dapat dipahami, bahwa Ibnu Hajar al-Haitami menghendaki adanya rukyat yang berkualitas. Untuk mewujudkan rukyat yang berkualitas, maka NU menggunakan ilmu hisab dan menerima kriteria imkanur rukyat sebagai pendukung proses pelaksanaan rukyat. Hisab sebagai pendukung rukyat. Bukan sebagai dasar penentuan awal bulan qamariyah, khususnya awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah karena ia sebagai ilmu yang dihasilkan oleh rukyat. Ilmu hisab / ilmu falak adalah ilmu pengetahuan yang membahas posisi dan lintasan benda-benda langit, tentang matahari, bulan, dan bumi dari segi perhitungan ruang dan waktu. Ilmu Hisab sebagai ilmu yang termasuk dalam kelompok ilmu pengetahuan alam, maka berlaku ketentuan-ketentuan ilmu itu; artinya dapat berkembang terus menerus sejalan dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan modern. Pengamatan atau penelitian/observasi (rukyat) terhadap benda-benda langit terus menerus dilakukan oleh para ahlinya, sehingga berkembang pula ilmu hisab yang semakin tinggi tingkat akurasinya. Dewasa ini di kalangan Umat Islam berkembang lebih dari 20 metode hisab (kitab hisab) yang dapat dibagi dalam 3 kelompok, yaitu: metode haqiqi Taqribi (disingkat taqribi), metode haqiqi tahqiqi (disingkat tahqiqi), dan metode Tadqiqi/’Ashri atau kontemporer. Untuk mendukung proses pelaksanaan rukyat, maka NU memilih metode yang tingkat akurasinya tinggi agar memperoleh hasil yang berkualitas. Dalam konteks ini, NU pun menerima kriteria imkanur rukyat. Kriteria imkanur rukyat hanyalah sebagai instrumen untuk menolak laporan adanya rukyatul hilal, sedangkan para ahli hisab telah bersepakat, bahwa hilal masih di bawah ufuq atau di atas ufuq tapi ghairu imkanir rukyat. Jadi kriteria imkanur rukyat tidak digunakan untuk menentukan awal bulan qamariyah. Jelasnya apabila menurut hitungan hisab bahwa hilal sudah imkanur rukyat, tetapi kenyataan di lapangan hilal tidak berhasil dirukyat, maka penentuan awal bulan qamariyah, khususnya awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah didasarkan atas dasar istikmal. Jadi posisi ilmu hisab berikut kriteria imkanur rukyat bersifat ta’aqquliy sebagai sarana untuk mendukung proses penyelenggaraan rukyat. Proses pengambilan keputusan yang diterbitkan oleh PBNU sehubungan dengan hasil rukyat untuk menentukan awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah melalui 4 tahap: 1. Melakukan hisab awal bulan untuk membantu pelaksanaan rukyat dan untuk mengontrol keakurasian laporan hasil rukyat. 2. Menyelenggarakan rukyatul hilal bil fi’li di lokasi-lokasi strategis yang telah ditentukan di seluruh Indonesia. 3. Melaporkan hasil rukyat dalam sidang itsbat yang diselenggarakan oleh Menteri Agama. 4. Kemudian setelah ada itsbat dari pemerintah, maka PBNU mengeluarkan ikhbar sehubungan dengan itsbat tersebut untuk menjadi pedoman warga NU. Ikhbar PBNU dapat sejalan dengan itsbat pemerintah jika diterbitkan atas dasar rukyat. Jika itsbat tidak berdasarkan rukyat, maka PBNU berwenang untuk mengambil kebijakan lain. Jadi PBNU tidak dalam kapasitas mengitsbatkan hasil rukyat. Hak itsbat ada pada pemerintah. Hak ikhbar ada pada PBNU. Dari hal-hal yang dipaparkan di muka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Penentuan awal bulan qamariyah khususnya awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah perspektif NU didasarkan atas rukyat, sedangkan hisab sebagai pendukung. 2. NU dalam memahami dan mengamalkan nash-nash al-Quran dan as-Sunah menggunakan asas ta’abbudiy dan dilengkapi dengan asas ta’aqquliy. 3. Sebagai konsekwensi dari penggunaan asas ta’abbudiy ini, maka menurut NU sistem penentuan awal bulan qamariyah, khususnya awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah didasarkan pada pemberlakuan otentitas nash, yakni dengan cara rukyat atau istikmal sesuai dengan sunnah Nabi SAW serta tuntunan para sahabat dan hasil ijtihad para ulama madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali). 4. Sedangkan konsekwensi dari penggunaan asas ta’aqquliy untuk menyempurnakan ta’abbudiy, maka menurut NU rukyat itu perlu didukung dengan ilmu hisab yang tingkat akurasinya tinggi disertai dengan kriteria imkanur rukyat untuk mencapai hasil rukyat yang berkualitas. 5. Rukyat memiliki nilai keimanan, ibadah, dan pengembangan ilmu. 6. NU berwawasan nasional, 1 wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam penentuan awal bulan qamariyah, khususnya awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah. 7. NU berpendapat, bahwa itsbat pemerintah suatu keniscayaan. 8. Ikhbar PBNU dikeluarkan sesudah terbitnya itsbat pemerintah. 9. Pandangan NU yang didasarkan pada prinsip rukyat nasional didukung hisab dengan menerima kriteria imkanur rukyat dan mengakui hak itsbat pemerintah diharapkan menjadi bahan perenungan menuju kesatuan dalam mengawali shiyam, hari raya ‘Idul Fitri, dan hari raya ‘Idul Adha. KH. Ahmad Ghazalie Masroeri Ketua PP Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU)

Senin, 22 Februari 2010

Perintah mencatat dalam Muamalah

Perintah untuk menulis (mencatat) dalam bermuamalah telah disebutkan di dalam al-Quran, misalnya firman Allah swt : يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَى وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلَّا تَرْتَابُوا إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki diantaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah mu`amalahmu itu), kecuali jika mu`amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.[TQS AL Baqarah (2)

Minggu, 14 Februari 2010

Sholawat Taisiir

Mawardi Abu Thoriq صَلاَةُ التَّيْسِيرْ Guru kami telah memberi ijazah sebuah bacaan sholawat yang dapat dibaca berulang-ulang sesuai kesempatan. Insya Allah dengan membaca sholawat ini segala urusan dimudahkan oleh Allah Ta'ala. Semoga para sahabat berkenan mengamalkannya dan semoga Allah Ta'ala memudahkan segala urusan yang dihadapi para sahabat saat ini. اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدْ, سَهِّلْ وَيَسِّرْ مَا تَعَسَّرْ ------------------------------------------ SHOLAWAT TAISIR. Sholawat Kelancaran ------------------------------------------ ALLOHUMMA SHOLLI ALA SAYYIDINA MUHAMMAD SAHHIL WA YASSIR MAA TA’ASSAR. Ya Allah, semoga sholawat serta salam tercurahkan atas Rasulullah Muhammad, Ya Allah, berilah kemudahan dan kelancaran atas segala sesuatu yang sulit Nb. jika ada para sahabat yang ingin mengamalkan tetapi kurang jelas dan atau tidak paham bisa menghubungi kami. Insya Allah akan kami bantu.

Jumat, 12 Februari 2010

Hadits Arbain Nawawiyah

عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْم الدَّارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ . قُلْنَا لِمَنْ ؟ قَالَ : لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ . [رواه البخاري ومسلم] Dari Abu Ruqoyah Tamim Ad Daari radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Agama adalah nasehat, kami berkata : Kepada siapa ? beliau bersabda : Kepada Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya dan kepada pemimpan kaum muslimin dan rakyatnya. (Riwayat Bukhori dan Muslim) Pelajaran : 1. Agama Islam berdiri tegak diatas upaya saling menasihati, maka harus selalu saling menasihati diantara masing-masing individu muslim. 2. Nasihat wajib dilakukan sesuai kemampuannya.